A.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini dengan semakin meningkatnya
populasi manusia maka tuntutan akan pemenuhan kebutuhan manusia terus
meningkat. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan jumlah populasi ini berbanding lurus dengan laju
penurunan luasan lahan produktif. Tumbuh dan berkembangnya wilayah perkotaan
pada hakekatnya disebabkan oleh lajunya tingkat pertumbuhan penduduk, munculnya
pusat-pusat aktivitas perkotaan seperti kegiatan ekonomi, sosial dan budaya
yang cenderung mendesak akan kebutuhan ruang dan tanah.
Hal ini menjadi penyebab alih fungsi
tanah-tanah produktif dan/atau kawasan-kawasan perlindungan wilayah perkotaan
dirubah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ruang dan tanah, baik untuk
kepentingan pembangunan pusat-pusat dan fasilitas kegiatan kota, maupun
pemukiman. Penurunan luasan lahan ini secara langsung berdampak terhadap
penurunan jumlah spesies dimuka bumi. Hal ini akan mengancam penurunan biodiversity.
Berkurangnya biodiversity dalam jangka panjang akan berdampak terhadap
penurunan kesejahteraan masyarakat. Menyadari hal ini, maka perlu dilakukan
upaya pelestarian spesies guna menjaga keanekaragaman hayati sehingga tercapai
pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan sebagaimana
dikemukakan Brundland Report pada
tahun 1987 dengan judul our common future
yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Pelestarian spesies ini
sangat besar peranannya dalam upaya pengelolaan kawasan lindung sebagai salah
satu zona yang menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi. Dalam hal ini perlu
adanya penyelarasan fungsi lingkungan yang tidak mengabaikan nilai sosial dan
ekonomi.
B.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Konservasi Biodiversitas
Konservasi
adalah suatu upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan dan melindungi
sumber daya alam. Sedangkan
menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah:
§ Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi,
transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di
lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.
§ Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati
terhadap lingkungan dan sumber daya alam.
§ (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang
stabil sepanjang reaksi kimia atau transformasi fisik.
§ Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap
lingkungan
§ Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah
dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat
berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.
Berdasarkan
Undang – undang RI Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya. Selanjutnya yang merupakan kawasan
pelestarian alam adalah Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
Menurut
Undang – undang RI Nomor 5 Tahun 1990, tujuan yang ingin dicapai dalam
pembangunan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah untuk
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia. Untuk mencapai tujuan terebut, ada tiga aspek pendekatan pembangunan
konservasi yaitu pembangunan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.
Dalam
upaya melakukan konservasi, biasanya akan muncul konflik – konflik dengan
lingkungan. Di ekosistem hutan, biasanya konflik
konservasi muncul antara satwa endemik dan pengusaha HPH (Hak Pengusahaan
Hutan). Karena habitatnya menciut dan kesulitan mencari sumber makanan,
akhirnya satwa tersebut keluar dari habitatnya dan menyerang manusia. Konflik
konservasi muncul karena:
1.
Penciutan
lahan & kekurangan SDA (Sumber Daya Alam)
2.
Pertumbuhan
jumlah penduduk meningkat dan permintaan pada SDA meningkat (sebagai contoh,
penduduk Amerika butuh 11 Ha lahan per orang, jika secara alami)
3.
SDA
diekstrak berlebihan (over exploitation) menggeser keseimbangan alami.
4.
Masuknya/introduksi
jenis luar yang invasif, baik flora maupun fauna, sehingga mengganggu atau
merusak keseimbangan alami yang ada.
Kemudian, konflik semakin parah jika :
1.
SDA
berhadapan dengan batas-batas politik (seperti daerah resapan dikonversi utk Hutan
Tanaman Industri, HPH (kepentingan politik ekonomi)
2.
Pemerintah
dengan kebijakan tata ruang (program jangka panjang) yang tidak berpihak pada
prinsip pelestarian SDA dan lingkungan.
3.
Perambahan
dengan latar kepentingan politik untuk mendapatkan dukungan suara dari kelompok
tertentu dan juga sebagai sumber keuangan ilegal.
Kawasan konservasi mempunyai karakteristik sebagaimana berikut:
§ Karakteristik, keaslian atau keunikan ekosistem (hutan
hujan tropis/'tropical rain forest' yang meliputi pegunungan, dataran rendah,
rawa gambut, pantai)
§ Habitat penting/ruang hidup bagi satu atau beberapa
spesies (flora dan fauna) khusus: endemik (hanya terdapat di suatu tempat di
seluruh muka bumi), langka, atau terancam punah (seperti harimau, orangutan,
badak, gajah, beberapa jenis burung seperti elang garuda/elang jawa, serta
beberapa jenis tumbuhan seperti ramin). Jenis-jenis ini biasanya dilindungi
oleh peraturan perundang-undangan.
§ Tempat yang memiliki keanekaragaman plasma nutfah
alami.
§ Landscap (bentang alam) atau ciri geofisik yang bernilai
estetik/scientik.
§ Fungsi perlindungan hidro-orologi: tanah, air, dan
iklim global.
§ Pengusahaan wisata alam yang alami (danau, pantai,
keberadaan satwa liar yang menarik).
Program
konservai biodiversitas di Indonesia pertama kali dicanangkan di Denpasar, Bali
pada tahun 1982 yang diawali dengan diimplementasikannya strategi konservasi
biodiversitas pada pengelolaan Taman Nasional. Strategi ini telah merubah
secara total sistem pengelolaan kawasan konservasi indonesia, yang sebelumnya
hanya dilaksanakan atas dasar perlindungan dan pelestarian alam, kemudian
disempurnakan dengan program pemanfaatan secara lestari. IUCN, UNEP dan WWF
(1991) menyatakan bahwa dasar utama strategi konservasi adalah perlindungan dan
pelestarian biodiversitas dan meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat. Jadi, strategi konservasi menunjukkan betapa pentingnya
perlindungan dan pelestarian biodiversitas bagi pembangunan berkelanjutan. Hal
ini dapat dicapai melalui :
1. Menjaga proses penting serta penopang
kehidupan yang penting bagi kelangsungan kehidupan manusia dan pembangunan
2. Melestarikan keanekaragaman plasma nutfah yang
penting bagi program budidaya, agar dapat melindungi dan memperbaiki
sifat-sifat tanaman dan hewan budidaya. Hal ini penting bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, inovasi teknologi dan terjaminnya sejumlah besar industri yang
menggunakan biodiversitas
3. Menjamin kesinambungan pendayagunaan spesies
dan ekosistem oleh manusia, yang mendukung kehidupan jutaan penduduk pedesaan
serta dapat menopang sejumlah besar industri.
Word Commission on Environment and
Development (WCED) pada
tahun 198) mendefenisikan konservasi biodiversitas adalah pengelolaan
pemanfaatan biosfer oleh manusia sedemikian rupa sehingga bisa dihasilkan
kesinambungan keuntungan/manfaat terbesar sekaligus memelihara potensinya untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang.
2.
Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan
berkelanjutan dipopulerkan melalui laporan Our Common Future (Masa Depan
Bersama) yang disiapkan oleh WCED yang dikenal juga dengan nama Komisi Brundlan
karena ketuanya (Gro Harlem Brundland) yang kemudian menjadi Perdana Menteri
Norwegia. Gro Bruntland diundang oleh Sekjen PBB untuk melakukan penelitian dan
persiapan sebuah laporan yang berisi usul agenda perubahan global. Secara
khusus, kerangka tugas dari sidang majelis PBB adalah (1) mengusulkan strategi
lingkungan jangka panjang untuk mencapai pembangunan berkelanjutan mulai tahun
2000, dan (2) mengidentifikasikan bagaimana hubungan antar manusia, sumber
daya, lingkungan dan pembangunan dapat diintegrasikan dalam kebijakan nasional
dan internasional.
Tahun 1987 terbit laporan komisi sedunia Lingkungan Hidup dan
Pembangunan yang selanjutkan dikenal dengan Komisi Brundtland yang berjudul Hari Depan Kita Bersama (our common future). Tema laporan ini
ialah Pembangunan Berkelanjutan yang didefenisikan sebagai “Pembangunan yang
berusaha memenuhi kebutuhan mereka”. Ini berarti, pembangunan kita harus selalu
memperhatikan kebutuhan anak cucu. Sumber daya tidak boleh dihabiskan, dan
tidak boleh mewariskan lingkungan hidup yang rusak. Rusaknya hutan mengakibatkan
banjir dalam musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau serta laju erosi
tanah yang tinggi yang menurunkan kesuburan tanah. Contoh ini menunjukkan
pembangunan yang menyebabkan kerusakan hutan akan kebutuhan mereka, sehingga
mengganggu kesejahteraan mereka.
Pembangunan
berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas
daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan:
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Pembangunan
berkelanjutan harus dapat menjamin terjadinya pertumbuhan ekonomi (economic
growth), meningkatkan keejahteraan sosial (social welfare) dan memperhatikan
kelestarian lingkungan (environtmental integrity).
Dokumen-dokumen
PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal
dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan
berkelanjutan.
Gambar 1. Skema
Pembangunan Berkelanjutan
Skema pembangunan
berkelanjutan: pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi Universal
Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh
menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa
"...keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman
hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami
sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan
intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini,
keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan
berkelanjutan.
Pembangunan
berkelanjutan mempunyai keterbatasan yang tidak bersifat mutlak. Keterbatasan
tersebut tergantung pada tingkat teknologi dan organisasi sosial dan kapasitas
biosfer untuk menyerap akibat-akibat kegiatan manusia. Pembangunan
berkelanjutan mempunyai dua konsep kunci, yaitu (1) kebutuhan, terutama
kebutuhan fakir miskin dinegara berkembang, dan (2) keterbatasan dari teknologi
dan organisasi sosial yang berkaitan dengan kapasitas lingkungan untuk
mencukupi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan.
Setiap
pemanfaatan energi, air, tanah, mineral dan sumber daya alam lainnya mempunyai
batas yang berbeda. Pembangunan berkelanjutan menuntut bahwa sebelum
batas-batas ini terlampaui, dunia harus menjamin keseimbangan akses ke
sumber-sumber yang memiliki keterbatasan terebut serta sudah seharusnya merubah
arah teknologi yang dapat mengurangi tekanan-tekanan pada lingkungan.
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan selalu membawa perubahan terhadap ekosistem
sehingga pelestarian tidak dapat dilakukan secara persis.
Dalam
Komisi Bruntland, dapat diidentifikasi tujuh tujuan penting untuk kebijakan
pembangunan dan lingkungan. Ketujuh tujuan tersebut adalah:
1) Memikirkan kembali makna pembangunan
2) Merubah kualitas pertumbuhan (lebih menekankan
pada pembangunan daripada sekedar pertumbuhan)
3) Memenuhi kebutuhan dasar akan lapangan kerja,
makanan, energi, air dan sanitasi
4) Menjamin terciptanya keberlanjutan pada satu
tingkat pertumbuhan penduduk tertentu
5) Mengkonservasi dan meningkatkan sumberdaya
6) Merubah arah teknologi dan mengelola resiko
7) Memadukan pertimbangan lingkungan dan ekonomi
dalam pengambilan keputusan.
Pembangunan
berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat
sumberdaya alam dan sumber daya manusia secara berkelanjutan, dengan cara,
menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber alam yang
menopang dalam suatu ruang wilayah. Pembangunan berkelanjutan memerlukan adanya
integrasi yang mantap antara pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
dan sumberdaya buatan dalam suatu kurun waktu dan dimensi ruang. Prinsip ini
telah disadari sejak konverensi lingkungan hidup di Stockholm tahun 1972 dimana
salah satu butir deklarasinya menyatakan bahwa dalam rangka pengelolaan
sumberdaya alam yang lebih rasional untuk meningkatkan kualitas lingkungan,
diputuskan suatu pendekatan terpadu dan terkoordinasi dalam perencanaan
pembangunan berkelanjutan, berwawasan lingkungan.
C.
ANALISIS DAN SINTESIS
Berdasarkan
penjabaran dari berbagai literatur diatas, pertumbuhan penduduk dunia telah
memberikan pengaruh terhadap penurunan lahan produktif yang berarti
mempersempit area yang dibutuhkan oleh berbagai spesies dalam berkembang untuk
menjaga daya dukung ekosistem. Berikut dapat dilihat bagaimana pertumbuhan
penduduk dapat mempengaruhi spesies dan lingkungan serta akan memberikan dampak
terhadap kesejahteraan manusia.
Gambar 2. Skema Dampak Peningkatan Laju Pertumbuhan Penduduk
Terhadap Penurunan Kesejahteraan Manusia.
Berdasarkan
Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa peningkatan jumlah penduduk akan
berpengaruh terhadap penurunan kesejahteraan masyarakat melalui penurunan
spesies. Laju penurunan spesies akan berlangsung dalam jangka panjang. Secara
langsung kegiatan industri dalam upaya pemenuhan kebutuhan mampu meningkatkan
kesejahteraan manusia pada saat itu. Namun dominan dari kegiatan industri
tersebut berlangsung dengan memanfaatkan sumber daya alam. Eksploitasi sumber
daya alam ini akan mengganggu keseimbangan ekosistem sehingga berujung pada
turunnya daya dukung lingkungan.
Jika
kita telaah pola pembangunan selama ini berupaya untuk melakukan eksploitasi
sumberdaya alam secara besar-besaran dan mengabaikan kesejahteraan masyarakat
dalam jangka panjang. Pembangunan tidak dilaksanakan secara berkelanjutan. Jika
disimak lebih jauh, pembangunan konservasi sumberdaya alam telah mengalami
perubahan mendasar sejak dua dekade terakhir.
Menurut
undang-undang nomor 5 tahun 1990, tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan
konservasi sumber daya alam hayati adalah untuk mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Untuk mencapai tujuan
tersebut, ada tiga aspek pendekatan pembangunan konservasi yaitu perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Sistem
penyangga kehidupan merupakan suatu proses alami dari berbagai ragam
unsur-unsur hayati (makhluk hidup, termasuk manusia) dan non hayati (sinar
matahari, air, udara dan tanah) yang berfungsi untuk menjamin keberlangsungan
hidup makhluk di muka bumi. Tujaun perlindungan sistem penyangga kehidupan
adalah agar proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan
terpelihara dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarkat dan mutu
kehidupan manusia. Wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan meliputi
hutan lindung, daerah aliran sungai, daerah pantai, bagian tertentu dari sona
ekonomi ekslusif, daerah pasang surut, jurang dan lain-lain.
Untuk
itu perlu adanya keseimbangan dalam tatanan pembangunan guna menyelaraskan
keberadaan spesies dengan upaya peningkatam kesejahteraan masyarakat. Di
Indonesia dapat ditemukan beberapa ciri khas konservsi, yaitu:
Ø Konservsi khas indonesia tidak memisahkan
kawasan konservasi dengan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Sumber daya
hutan hanyalah bagian dari sistem pengelolaan sumberdaya alam. Produk-produk
yang dimanfaatkan tidak hanya hasil hutan, namun juga produk dari sungai yang
mengalir di tengah hutan dengan masyarakat.
Ø Konservasi khas Indonesia adalah wujud dari
pengetahuan lokal yang mementingkan keragaman dalam pengelolaannya, baik di
tingkat genetik, jenis, maupun ekosistem. Hal ini didukung oleh pendapat Berber
1987; Dove 1985 dalam Berber et. Al, 1997, yang menyatakan bahwa pengetahuan
lokal sering mengelola kerumitan ratusan spesies untuk dipelihara atau dipanen,
meskipun tidak pada musim yang sama. Pendekatan ‘portofolio’ ini mengurangi
resiko kegagalan sistem dan juga mengurangi dampak ekologi pada suatu spesies
atau sumberdaya.
Ø Argumentasi pelestarian dalam konservasi khas
indonesia didasari oleh pertimbangan rasional. Semuanya ditujukan untuk
pemanfaatan, tetapi bukan pemanfaatan yang rakus, namun pemanfaatan yang sesuai
dengan kebutuhan serta pemanfaatan yang mempertimbangkan kepentingan generasi
yang akan datang.
Ø Konservasi khas indonesia umumnya termasuk
bagian dari sistem yang jelas dari wewenang lokal dan adat yang mengatur panen,
mengawasi warga keluar masuk lahan dan menyelesaikan perselisihan.
Banyak
kalangan berpendapat bahwa yang namanya nonservasi itu serba dilarang atau
tidak boleh melakukan aktivitas di kawasan tersebut. Pendapat semacam itu perlu
diluruskan. Karena pada dasarnya tujuan konservasi sebagaimana telah diuraikan
diatas adalah untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati agar mampu
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia.
D.
KESIMPULAN
Dari pembahasan
diatas dapat disimpulkan :
1. Keselarasan pelestarian spesies dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat penting sekali dalam upaya
pembangunan berkelanjutan. Dimana kegiatan pembangunan tidak terlepas dari tiga
pilar pembangunan yaitu pembangunan
ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Untuk itu, dengan
adanya keselarasan pelestarian spesies dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat ini maka daya dukung lingkungan akan bisa dipertahankan dalam jangka
waktu yang panjang.
2. Pemanfaatan
sumber daya alam hayati (spesies) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pemanfaatan kondisi lingkungan dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Agar pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara berkelanjutan, maka
harus memperhatikan aspek kelangsungan potensi, daya dukung dan keanekaragaman
jenis.
3. Masyarakat sangat
berperan
sekali dalam upaya pelestarian spesies, karena di Indonesia dapat kita temui
beberapa tipe upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat guna melestarikan
keanekaragaman hayati yang tidak lain bertujuan untuk mengingkatkan
kesejahteraan hidup mereka.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Setiawan dan Hadi S. Alikodra,
2001. Tinjauan Terhadap Pembangunan Sistem Kawasan Konservasi di Indonesia.
Media Konservasi Vol. VII, No. 2 , Juni 2001
Bruce Mitchell; B. Setiawan; Dwita
Hadi Rahmi, 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Kawasan hutan, mata pencaharian dan kemiskinan. Melestarikan
pertumbuhan ekonomi, penghidupan pedesaan, dan manfaat lingkungan.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.57/Menhut-II/2008 tentang
arahan strategis konservasi spesies nasional 2008 – 2018.
Santosa A (Ed) 2008. Konservasi Indonesia, Sebuah Potret
Pengelolaan dan Kebijakan, 2008. Pokja Kebijakan Konservasi, Perpustakaan
Nasional , 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar