I.
ABSTRAK
Pengelolaan
daerah aliran sungai adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan
atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang
terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa
tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Termasuk dalam
pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan
air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pengelolaan DAS
perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang
beroperasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang bersangkutan.
Pencemaran
sungai sudah umum terjadi pada lingkungan, namun jika hal ini terus dibiarkan
akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi lingkungan kita. Pemanfaatan
pupuk pada areal pertanian di sepanjang daerah aliran sungai menjadi salah satu
penyebab utama pencemaran di sepanjang daerah aliran sungai. Penggunaan pupuk
yang umumnya dipakai petani, seperti urea, NPK dan ZA tidak sepenuhnya diserap
oleh tanaman, sehingga memungkinkan residunya terbawa air melalui drainase
sawah dan kebun menuju daerah aliran sungai dan akhirnya sampai ke badan
sungai. kandungan unsur hara yang
berlebihan dari suatu perairan akan menyebabkan terjadinya kondisi lewat subur
atau eutrofikasi yang berlanjut pada
rusaknya ekosistem. Eutrofikasi
merupakan suatu fenomena yang melibatkan banyak faktor seperti kekeruhan,
sedimen, produktifitas dan suhu rata-rata.
II.
PENDAHULUAN
2.1.
Latar
Belakang
Kita
dapat membayangkan jika dunia ini tidak ada air. Air merupakan kebutuhan vital
makhluk hidup, semua kegiatan manusia baik itu rumah tangga industri maupun
pertanian sangat memerlukan air. Seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia,
keseimbangan ekosistem perairan juga mulai terganggu sehingga dapat mencemari
lingkungan. Lingkungan air tercemar karena masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup atau zat yang membahayakan bagi kesehatan. Pencemaran air merupakan suatu perubahan keadaan pada suatu
penampungan air seperti sungai, danau, ataupun lautan yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia. Salah satu sumber pencemaran air yaitu kegiatan pertanian
yang menghasilkan limbah pertanian.
Beberapa jenis limbah yang
dihasilkan dari kegiatan pertanian diantaranya adalah pengolahan tanah,
pemupukan dan pemberantasan hama. Untuk memperoleh hasil atau produksi biasanya
sebelum ditanami, tanah diolah terlebih dahulu, seperti dicangkul, dan/atau
dibajak. Praktek pengolahan tanah seperti ini biasanya menghasilkan limbah
berupa partikel – partikel sedimen yang ikut terbawa ke perairan umum. Demikian
pula untuk mempercepat pertumbuhan tanaman dan mencegah serangan hama, biasanya
tidak semua terpakai. Sisanya akan terbuang ke lingkungan bersama – sama dengan
partikel sedimen melalui saluran-saluran irigasi mencapai sungai selanjutnya ke
laut. Walaupun demikian, fenomena ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor
yang mungkin tidak dapat dikuasai oleh manusia, diantaranya topografi, curah
hujan, tutupan tanaman, waktu dan lokasi pemberian pupuk dan pestisida dan
praktek penanaman itu sendiri (Loehr,
1974). Namun faktor – faktor tersebut khususnya topografi dan curah hujan
sangat dipengaruhi oleh alam.
Limbah pupuk sebagai salah satu
sumber limbah pertanian dapat mencemari air. Limbah pupuk mengandung fosfat
yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok.
Pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali dapat menimbulkan dampak seperti
yang diakibatkan pencemaran oleh deterjen. Pupuk yang digunakan pada areal
pertanian akan terbawa aliran air hujan, sehingga sebagian residu yang
merupakan kontaminan akan meresap ke tanah dan mencemari air tanah, dan
kemudian mengalir masuk ke Daerah Aliran Sungai (DAS).
2.2.
Rumusan
Masalah
Semakin
meningkatnya jumlah penduduk yaitu dengan laju pertumbuhan (Indonesia) 1,3% per
tahun membuka peluang bagi petani untuk menyediakan bahan pangan dalam
pemenuhan kebutuhan penduduk akan pangan. Namun, dengan laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi tersebut maka kebutuhan akan tempat tinggal juga akan
terus meningkat. Untuk pemenuhan kebutuhan akan papan, maka salah satu
dampaknya adalah berkurangnya area pertanian dan pembukaan hutan untuk area
perumahan. Dengan berkurangnya area pertanian, sementara kebutuhan akan bahan
pangan terus meningkat, maka salah satu upaya untuk meningkatkan hasil
pertanian dengan area terbatas adalah dengan memanfaatkan pupuk an organik pada
area persawahan dan perkebunan.
Salah
satu dampak dari pemanfaatan pupuk pada area persawahan dan perkebunan rakyat
adalah menurunnya kualitas air terutama air sungai yang akhirnya mempengaruhi
kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS). Dengan demikian dapat dirumuskan
permasalahan apa yang dapat terjadi dari pemanfaatan pupuk pada area persawahan
dan perkebunan terhadap daerah aliran sungai.
2.3.
Tujuan
Tujuan
dilakukan penulisan paper ini yaitu untuk dapat mengidentifikasi dampak dari
pemakaian pupuk pada perkebunan dan persawahan terhadap Daerah Aliran Sungai
(DAS).
III. PUPUK
Pupuk
adalah material yang ditambahkan ke media tanam atau tanaman untuk mencukupi
kebutuhan hara yang tidak bisa dipenuhi oleh tanah tempat tumbuhnya sehingga
mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik,
ataupun non organik (mineral) yang dihasilkan oleh kegiatan alam atau diolah
oleh manusia. Unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman adalah C, H, O (ketersediaan di alam masih melimpah), N,
P, K, Ca, Mg, S (hara makro, kadar dalam tanaman > 100 ppm), Fe, Mn, Cu, Zn,
Cl, Mo, B (hara mikro, kadar dalam tanaman < 100 ppm).
Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung
bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara
suplemen seperti hormon tumbuhan yang membantu kelancaran proses metabolisme.
Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan
sejumlah material suplemen.
Pupuk dapat dibedakan menjadi
pupuk organik dan pupuk an organik.
Dalam
pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut, agar tumbuhan
tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak
zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah
ataupun disemprotkan ke daun.
Pupuk
merupakan bahan kimia buatan/alamiah, seperti pupuk kandang yang ditambahkan ke
dalam tanah untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. Unsur hara, seperti fosfor,
nitrogen, kalium, kalsium, dan magnesium dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
Unsur – unsur ini merupakan unsur – unsur utama (major elements) yang diambil dari tanah, bersama-sama dengan unsur
– unsur jarang (trace elements),
seperti mangan, besi, boron, tembaga, dan molibdat. Kekurangan salah satu unsur
tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak dapat maksimal. Unsur – unsur hara
tersebut biasanya ada di dalam tanah, sebagai hasil dari pelapukan partikel –
partikel batuan mineral, nitrifikasi oleh bakteri dan perombakan vegetasi yang
telah mati.
IV. DAUR HIDROLOGI
Daur hidrologi yaitu
menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya daur
hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke
permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut,
air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah
sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya.
Konsep daur hidrologi
dapat diperluas dengan memasukkan gerakan/ perjalanan sedimen, unsur-unsur
hara, dan biota yang terlarut dalam air. Dengan menelaah konsep hidrologi secara
lebih luas, maka pengertian istilah daur dapat digunakan sebagai konsep kerja
untuk analisis dari berbagai permasalahan, misalnya dalam perencanaan dan
evaluasi pengelolaan DAS.
Dalam daur hidrologi,
masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara, yaitu
air lolos (throughfall), aliran batang (steamflow), dan air hujan langsung
sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi
dan air infiltrasi. Gabungan evaporasi uap air hasil proses transpirasi dan intersepsi
dinamakan evapotranspirasi. Sedangkan air larian dan air infiltrasi akan
mengalir ke sungai sebagai debit aliran (discharge).
V.
DAERAH
ALIRAN SUNGAI (DAS)
Pemanfaatan pupuk dalam
bidang pertanian tidak terlepas dari kajian dampaknya terhadap daerah aliran
sungai. Karena aktifitas pertanian dan perkebunan yang dominan berada pada
aliran tersebut. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang
secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.
Daerah aliran sungai
dapat dianggap sebagai suatu ekosistem. Ekosistem terdiri atas komponen biotis
dan abiotis yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur.
Aktifitas suatu komponen ekosistem selalu memberikan pengaruh pada komponen
ekosistem yang lainnya. Manusia merupakan salah satu komponen penting. Sebagai
komponen yang dinamis, manusia dalam aktivitasnya sering kali mengakibatkan
dampak pada salah satu komponen lingkungan. Dengan demikian, manusia
mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan.
Dalam mempelajari
ekosistem DAS, daerah aliran sungaii biasanya dibagi atas daerah hulu, tengah
dan hilir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Daerah hulu dan hilir
mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi, seperti dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 1. Hubungan Biofisik
Antara Daerah Hulu dan Hilir Suatu DAS
Sumber : Hidrologi dan Daerah Aliran Sungai,
Chay Asdak, Hal. 14
Gambar 1
menunjukkan bahwa aktifitas perubahan landscape
termasuk perubahan tata guna lahan dan/atau pembuatan bangunan konservasi yang
dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya akan memberikan dampak pada daerah
tersebut, namun juga akan berdampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan
fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam system
aliran air lainnya. Sebagai contoh, erosi yang terjadi di daerah hulu akibat
praktek bercocok tanam yang tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan
air atau akibat pembuatan jalan yang tidak direncanakan dengan baik.
Sistem ekologi DAS pada
daerah hulu pada umumnya merupakan ekosistem pedesaan, yang terdiri dari desa,
sawah/ladang, sungai dan hutan. Komponen yang menyusun DAS berbeda tergantung
pada daerah setempat. Di daerah tengah terdapat perkebunan dan sawah. Sementara
di daerah hilir (daerah pantai) dijumpai komponen lingkungan hutan bakau.
Pengelolaan daerah aliran
sungai adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program
yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di daerah
aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan
terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Termasuk dalam pengelolaan DAS
adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan
keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pengelolaan DAS perlu
mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang
beroperasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang bersangkutan.
VI. EFEK PEMAKAIAN PUPUK PADA AREA PERTANIAN TERHADAP
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
Masalah degradasi lingkungan
pada akhir-akhir ini sering kali berpangkal pada komponen desa. Pertumbuhan
manusia yang cepat menyebabkan perbandingan antara jumlah penduduk dengan lahan
pertanian tidak seimbang. Hal ini menyebabkan pemilikan lahan pertanian semakin
sempit, sementara kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat. Hal ini
mendorong petani melakukan kegiatan pertanian tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi terhadap lingkungan hidup terutama terhadap daerah aliran sungai.
Pencemaran sungai sudah umum
terjadi pada lingkungan, namun jika hal ini terus dibiarkan akan memberikan
dampak yang sangat buruk bagi lingkungan kita. Pemanfaatan pupuk pada areal
pertanian di sepanjang daerah aliran sungai menjadi salah satu penyebab utama
pencemaran di sepanjang daerah aliran sungai. Penggunaan pupuk yang umumnya
dipakai petani, seperti urea, NPK dan ZA tidak sepenuhnya diserap oleh tanaman,
sehingga memungkinkan residunya terbawa air melalui drainase sawah dan kebun
menuju daerah aliran sungai dan akhirnya sampai ke badan sungai.
Semenjak
kehadiran pupuk, terutama pupuk an organik, pupuk dirasakan sangat bermanfaat
bagi petani karena bahan kimia ini dapat memacu pertumbuhan tanaman sehingga
hasil panen yang diperoleh bisa berlipat ganda. Di Amerika sebagi contoh
pemakaian pupuk telah meningkatkan produksi tanaman lebih dari separo semenjak
tahun 1940 (Nelson 1972). Sebagai akibat pemakaian pupuk menjadi semakin
meningkat yaitu mencapai 60 x 1012 ton/ha pada tahun 1970, yaitu 80 kali lebih
besar dibanding produksi tahun 1946 atau 2 kali lebih besar dibandingkan
produksi tahun 1961 (Loehr, 1974)
Namun
penggunaan pupuk an organik yang semakin intensif tersebut di atas mengundang
pertanyaan bagi pencinta lingkungan. Pemakaian pupuk yang berlebihan
dikhawatirkan akan menimbulkan pencemaran unsur hara pada air permukaan (daerah
aliran sungai) dan air tanah. Pada tanah yang kesuburannya rendah, pemberian
pupuk pada awalnya memberikan produktifitas yang tinggi. Namun pada penambahan
berikutnya jumlah produksi akan semakin berkurang, sampai suatu saat (titik
impas) penambahan pupuk tidak memberikan tambahan produksi. Ini berarti bahwa
penambahan pupuk setelah titik ini menjadi tidak berarti dan kemungkinan
sejumlah pupuk tersebut terbuang ke lingkungan.
Dengan
tidak adanya pengolahan tanaman yang baik, akan memung-kinkan peningkatan
jumlah pupuk yang terbuang ke lingkungan. Jumlah ini belum termasuk pupuk yang
hilang selama penggunaan. Menurut Armitage (1974) tidak semua pupuk yang
digunakan untuk pemupukan akan dimanfaatkan oleh tanaman, sebagian akan dibuang
ke lingkungan. Lebih lanjut menurut Armitage, ada tiga cara hilangnya pupuk
selama penggunaan, yaitu :
1)
Karena pengaruh drainase, unsur hara tanaman akan
larut dan terbawa aliran air.
2)
Karena tidak efisien (kelebihan) dan
terbuang/kembali ke lingkungan.
3)
Karena erosi permukaan tanah dan terbawa sistem
drainase.
Hilangnya
unsur hara akibat pemupukan ke lingkungan akan menimbulkan masalah bagi
perairan umum, seperti daerah aliran sungai, danau dan perairan pantai. Seperti
diutarakan sebelumnya, kandungan unsur hara yang berlebihan dari suatu perairan
akan menyebabkan terjadinya kondisi lewat subur atau eutrofikasi/yutrofikasi
yang berlanjut pada rusaknya ekosistem. Eutrofikasi merupakan suatu fenomena
yang melibatkan banyak faktor seperti kekeruhan, sedimen, produktifitas dan
suhu rata-rata.
Perombakan
limbah organik biasanya tidak hanya menghasilkan karbon dioksida dan air saja,
akan tetapi juga komponen an organik, seperti nitrogen dan fosfor yang berasal
dari protein hewan dan tumbuhan. Nitrat, fosfat, dan garam– garam lainnya
merupakan unsur hara yang esensial untuk pertumbuhan tanaman. Suburnya tumbuhan
sebagai akibat kekayaan unsur – unsur hara tersebut akan menguntungkan hewan –
hewan herbivore dan hewan – hewan lain dalam lingkup rantai makanan di
lingkungan tersebut. Namun demikian apabila tumbuhan hijau, baik phytoplankton, maupun tumbuhan lainnya,
tumbuhan terlewat subur atau kandungan unsur – unsur hara sangat berlebihan
justru akan membahayakan kehidupan perairan tersebut. Hal ini dapat Pada siang
hari produksi oksigen terlarut sangat tinggi, bahkan sering kali terjadi
kondisi yang lewat jenuh (over saturated).
Sedangkan pada malam hari, sering terjadi kondisi “anoxic” (kehabisan oksigen), akibat penggunaan untuk respirasi.
Kelebihan
nitrogen dan fosfor dalam air yang berasal dari kegiatan pertanian dan perkebunan
di sepanjang daerah aliran sungai menyebabkan suatu keadaan yang tidak seimbang
pada ekosistem perairan yang disebut eutrofikasi.
a.
Pengertian
Eutrofikasi
Eutrofikasi
adalah suatu proses dimana suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan
pertumbuhan yang normal. Proses ini disebut dengan blooming. Dengan kata lain merupakan pencemaran air yang disebabkan
oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan
eutrofik jika konsentrasi total fosfor (TP) dalam air berada pada rentang 35 –
100 µg/l. Diperlukan proses ribuan tahun untuk dapat sampai pada kondisi
eutrofik. Namun, dengan segala aktifitas modern manusia pada saat ini termasuk
kegiatan pertanian dan perkebunan telah mempercepat proses eutrofikasi hanya dalam
hitungan beberapa dekade atau hanya beberapa tahun saja.
Gambar
2. Salah Satu DAS yang Telah Mengalami Eutrofikasi
b.
Penyebab
Terjadinya Eutrofikasi
Problem
eutrofikasi baru disadari pada decade awal abad ke – 20 saat alga banyak tumbuh
di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini di sinyalir akibat akibat
langsung dari aliran limbah domestik, limbah pertanian serta perkebunan.
Melalui penelitian jangka panjang, maka dapat disimpulkan bahwa fosfor
merupakan elemen kunci di antara nutrient utama tanaman (Karbon (C), Nitrogen
(N), dan fosfor (P)) di dalam proses eutrofikasi.
Hampir
90% eutrofikasi disebabkan oleh aktivitas manusia di bidang pertanian. Para
petani biasa menggunakan pestisida atau insektisida serta pupuk untuk
mendapatkan produksi panen yang melimpah. Akan tetapi botol-botol bekas
pestisida itu dibuang secara sembarangan baik disekitar area pertanian atau
daerah irigasi. Selain itu, pemanfaatan pupuk juga akan memberikan dampak pada
daerah aliran sungai. Residu pupuk akan terkikis oleh air dan terbawa ke sungai
melalui draenase area pertanian.
Secara
fisiologis, jumlah fosfat yang dikeluarkan manusia sebanding dengan jumlah yang
dikonsumsinya. Limbah organik adalah sisa atau buangan dari berbagai aktifitas
manusia seperti rumah tangga, industry, pertanian, pemukiman, peternakan, dan
perikanan yang berupa bahan organik yang biasanya tersusun dari karbon,
hydrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya (Polprasert,
1989). Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan yang
terendap, koloid, tersuspensi dan terlarut. Pada umumnya, yang dalam bentuk
padatan akan langsung mengendap menuju dasar perairan, sedangkan bentuk lainnya
berada di badan air, baik di bagian yang aerob maupun an aerob.
c.
Proses
Terjadinya Eutrofikasi
Limbah
organik kebanyakan akan mengalir ke sungai, danau atau perairan lainnya melalui
aliran air hujan. Limbah organik yang masuk ke badan air yang an aerob akan
dimanfaatkan dan diuraikan (dekomposisi) oleh mikroba anaerobic atau fakultatif
(BAN), dengan proses seperti pada reaksi berikut.
CHONS
+ BAN è CO2 + H2S + NH3 + CH4 + produk lain + enerji ….
CHONS
+ BAN + enerji è C5H7O2N (sel MO baru)…
Kedua
prose tersebut di atas mengungkapkan bahwa aktifitas mikroba yang hidup di
bagian badan air yang an aerob selain menghasilkan sel-sel mikroba baru juga
menghasilkan senyawa-senyawa CO2, NH3, H2S dan
CH4 serta senyawa lainnya seperti amin, PH3 dan komponen
fosfor. Asam sulfide (H2S), amin dan komponen fosfor adalah senyawa
yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap, misalnya H2S
berbau busuk dan amin berbau anyir. Selain itu telah disinyalir bahwa NH3
dan H2S hasil dekomposisi an aerob pada tingkat konsentrasi tertentu
adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain termasuk ikan.
Selain
menghasilkan senyawa yang tidak bersahabat bagi lingkungan seperti tersebut
diatas, hasil dekomposisi di semua bagian badan air menghasilkan, CO2
dan NH3 yang siap dipakai oleh organisme perairan berklorofil
(fitoplankton) untuk aktifitas fotosintesa yang dapat digambarkan sebagai
reaksi.
Pengaruh
pertama proses dekomposisi limbah organik di badan air aerobic adalah
terjadinya penurunan oksigen terlarut dalam badan air. Fenomena ini akan
mengganggu pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan dengan tingkat
gangguan tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan
jenis serta fase fauna. Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarut
sebenarnya baru dampak permulaan, sebab jika jumlah pencemaran organik dalam
badan air bertambah terus maka proses dekomposisi organik memerlukan oksigen
lebih besar dan akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa
habis sehingga badan air menjadi an aerob.
Interaksi
komplek antara nutrient, fitoplankton dan zooplankton tersebut menyebabkan
badan air yang mengalami eutrofikasi pada akhirnya akan disominasi oleh sejenis
fitoplankton tertentu yang pada umumnya tidak bisa dimakan oleh fauna air
terutama zooplankton dan ikan termasuk karena beracun.
d.
Dampak
Eutrofikasi
Selain
menurunkan konsentrasi oksigen terlarut, menghasilkan senyawa beracun dan
menjadi tempat hidup mikroba fatogen yang menyerngsarakan fauna air.
Dekomposisi juga menghasilkan senyawa nutrient (nitrogen dan fosfor) yang
menyuburkan perairan. Nutrient merupakan unsur kimia yang diperlukan alga
(fitoplankton) untuk hidup dan pertumbuhannya. Sampai pada tingkat konsentrasi
tertentu, peningkatan konsentrasi nutrient dalam badan air akan meningkatan
produktifitas perairan, karena nutrien yang larut dalam badan air langsung
dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya sehingga populasi dan
kelimpahannya meningkat. Peningkatan kelimpahan fitoplankton akan diikuti
dengan peningkatan kelimpahan zooplankton, yang makanan utamanya adalah
fitoplankton. Akhirnya karena fitoplankton dan zooplankton adalah makanan utama
ikan, maka kenaikan kelimpahan keduanya akan menaikkan kelimpahan (produksi)
ikan dalam badan air tersebut. Akan tetapi peningkatan konsentrasi nutrient
yang berkelanjutan dalam badan air, apalagi dalam jumlah yang cukup besar akan
menyebabkan badan air menjadi sangat subur atau eutrofik dan akan merangsang
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembangbiak dengan pesat sehingga terjadi
blooming sebagai hasil fotosintesa yang maksimaldan menyebabkan peningkatan
biomasa perairan tersebut.
Sehubung
dengan peningkatan konsentrasi nutrient dalam badan air, setiap jenis
fitoplankton mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memanfaatkannya sehingga
kecepatan tumbuh setiap jenis fitoplankton berbeda. Selain itu setiap jenis
fitoplankton juga mempunyai respon yang berbeda terhadap perbandingan jenis
nutrient yang terlarut dalam badan air dan fenomena ini menyebabkan komunitas
fitoplankton dalam suatu badan air mempunyai struktur dan dominasi jenis yang berbeda
dengan badan air lainnya.
Selain
merugikan dan mengancam keberlanjutan fauna akibat dominasi fitoplankton yang
tidak dapat dimakan dan beracun, blooming menghasilkan biomasa (organik) tinggi
juga merugikan fauna. Hal ini disebabkan karena fenomena blooming selalu
diikuti dengan penurunan oksigen terlarut secara drastis akibat pemanfaatan
oksigen yang berlebihan untuk dekomposisi iomasa (organik) yang mati. Seperti
pada analisis dampak langsung tersebut, maka rendahnya konsentrasi oksigen
terlarut apalagi jika sampai batas nol akan menyebabkan ikan dan fauna lainnya
tidak bisa hidup dengan baik dan akhirnya mati. Selain menekan oksigen
terlarut, proses dekomposisi tersebut juga menghasilkan gas beracun seperti NH3
dan H2S yang pada konsentrasi tertentu dapat membahayakan fauna air,
termasuk ikan. Selain badan air didominasi oleh fitoplankton yang tidak ramah
lingkungan seperti tersebut diatas, eutrofikasi juga merangsang pertumbuhan
tanaman air lainnya, baik yang hidup di tepian (eceng gondok) maupun dalam
badan air (hydrilla). Oleh karena itulah maka daerah aliran sungai yang telah
mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan subur oleh tanaman air seperti
eceng gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla dan rumput lainnya.
Permasalahan
lainnya, cyanobacteria (blue-green-algae) diketahui mengandung
toksin sehingga membawa resiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algae bloom ini juga menyebabkan
hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga
dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya.
Pupuk mengandung senyawa
ammonia dan unsur nitrogen yang larut dalam air. Nitrogen yang masuk ke dalam
air kemudian meresap ke dalam tanah. Semua zat ber-N akan teroksidasi menjadi
nitrat (NO3-). Nitrat akan menghambat darah melepaskan oksigen ke
sel-sel tubuh. Sekali nitrat masuk kedalam sistim peredaran darah, penderita
dapat mengalami kekurangan oksigen dalam tubuhnya. Penyakit ini dikenal sebagai
Baby Blue Syndrome yang dapat menjadi penyebab kematian bagi bayi
dibawah umur 3 bulan.
Di samping pengaruh tidak
langsung unsur hara yang berlebih terhadap daerah perairan, komponen unsur hara
diketahui juga dapat berpengaruh secara langsung. Ammonia-nitrogen, sebagai
contoh, bersifat racun bagi ikan. Daya racun ammonia biasanya lebih efektif
pada pH tinggi dan oksigen yang rendah (Pescod, 1973).
VII.
KESIMPULAN
dan SARAN
Kesimpulan
yang dapat diambil dari permasalahan ini adalah:
1.
Eutrofikasi merupakan suatu proses dimana suatu
tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal akibat
kelebihan nutrient yang terdapat dalam perairan.
2.
Dampak menguntungkan dari eutrifikasi adalah :
Ø Menghasilkan
senyawa nutrient (nitrogen dan fosfor) yang menyuburkan perairan
Ø Meningkatkan
produktifitas perairan
Ø Peningkatan
kelimpahan fitoplankton yang diikuti dengan peningkatan kelimpahan zooplankton
Ø Menaikkan
keimpahan (produksi) ikan
3.
Dampak buruk dari eutrifikasi adalah :
Ø Menyebabkan
blooming
Ø Menurunkan
oksigen terlarut, akibat meningkatnya proses dekomposisi
Ø Menghasilkan
senyawa beracun seperti NH3 dan H2S
Ø Menjadi
tempat hidup mikroba fatogen yang menyengsarakan fauna air
4.
Perlunya dilakukan upaya untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan pupuk pada area pertanian sehingga residu pupuk yang ter-erosi
ke daerah aliran sungai dapat diminimalisir.
VIII.
DAFTAR
PUSTAKA
- Betty
Sri Laksmi Jenie & Winiati Pudji Rahayu. Penanganan Limbah Industri
Pangan. Bogor, 1993
- Chay
Asdak. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bandung, 2001
- Effendi,
H. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, Yogyakarta, 2003
- Robert
J. Kodoatie & Roestam Sjarief. Tata Ruang Air. Yogyakarta, 2010
- Supriharyono.
Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.
Jakarta, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar