Rabu, 08 Mei 2013

PEMAKAIAN PUPUK PADA AREAL PERSAWAHAN DAN PERKEBUNAN SERTA EFEKNYA TERHADAP DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)



I.      ABSTRAK
Pengelolaan daerah aliran sungai adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang beroperasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang bersangkutan. 
Pencemaran sungai sudah umum terjadi pada lingkungan, namun jika hal ini terus dibiarkan akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi lingkungan kita. Pemanfaatan pupuk pada areal pertanian di sepanjang daerah aliran sungai menjadi salah satu penyebab utama pencemaran di sepanjang daerah aliran sungai. Penggunaan pupuk yang umumnya dipakai petani, seperti urea, NPK dan ZA tidak sepenuhnya diserap oleh tanaman, sehingga memungkinkan residunya terbawa air melalui drainase sawah dan kebun menuju daerah aliran sungai dan akhirnya sampai ke badan sungai. kandungan unsur hara yang berlebihan dari suatu perairan akan menyebabkan terjadinya kondisi lewat subur atau eutrofikasi yang berlanjut pada rusaknya ekosistem. Eutrofikasi merupakan suatu fenomena yang melibatkan banyak faktor seperti kekeruhan, sedimen, produktifitas dan suhu rata-rata.






II.    PENDAHULUAN
2.1.            Latar Belakang
Kita dapat membayangkan jika dunia ini tidak ada air. Air merupakan kebutuhan vital makhluk hidup, semua kegiatan manusia baik itu rumah tangga industri maupun pertanian sangat memerlukan air. Seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia, keseimbangan ekosistem perairan juga mulai terganggu sehingga dapat mencemari lingkungan. Lingkungan air tercemar karena masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup atau zat yang membahayakan bagi kesehatan. Pencemaran air merupakan suatu perubahan keadaan pada suatu penampungan air seperti sungai, danau, ataupun lautan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Salah satu sumber pencemaran air yaitu kegiatan pertanian yang menghasilkan limbah pertanian. 
Beberapa jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian diantaranya adalah pengolahan tanah, pemupukan dan pemberantasan hama. Untuk memperoleh hasil atau produksi biasanya sebelum ditanami, tanah diolah terlebih dahulu, seperti dicangkul, dan/atau dibajak. Praktek pengolahan tanah seperti ini biasanya menghasilkan limbah berupa partikel – partikel sedimen yang ikut terbawa ke perairan umum. Demikian pula untuk mempercepat pertumbuhan tanaman dan mencegah serangan hama, biasanya tidak semua terpakai. Sisanya akan terbuang ke lingkungan bersama – sama dengan partikel sedimen melalui saluran-saluran irigasi mencapai sungai selanjutnya ke laut. Walaupun demikian, fenomena ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang mungkin tidak dapat dikuasai oleh manusia, diantaranya topografi, curah hujan, tutupan tanaman, waktu dan lokasi pemberian pupuk dan pestisida dan praktek penanaman itu sendiri (Loehr, 1974). Namun faktor – faktor tersebut khususnya topografi dan curah hujan sangat dipengaruhi oleh alam. 
Limbah pupuk sebagai salah satu sumber limbah pertanian dapat mencemari air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali dapat menimbulkan dampak seperti yang diakibatkan pencemaran oleh deterjen. Pupuk yang digunakan pada areal pertanian akan terbawa aliran air hujan, sehingga sebagian residu yang merupakan kontaminan akan meresap ke tanah dan mencemari air tanah, dan kemudian mengalir masuk ke Daerah Aliran Sungai (DAS).

2.2.            Rumusan Masalah
Semakin meningkatnya jumlah penduduk yaitu dengan laju pertumbuhan (Indonesia) 1,3% per tahun membuka peluang bagi petani untuk menyediakan bahan pangan dalam pemenuhan kebutuhan penduduk akan pangan. Namun, dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut maka kebutuhan akan tempat tinggal juga akan terus meningkat. Untuk pemenuhan kebutuhan akan papan, maka salah satu dampaknya adalah berkurangnya area pertanian dan pembukaan hutan untuk area perumahan. Dengan berkurangnya area pertanian, sementara kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat, maka salah satu upaya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan area terbatas adalah dengan memanfaatkan pupuk an organik pada area persawahan dan perkebunan.
Salah satu dampak dari pemanfaatan pupuk pada area persawahan dan perkebunan rakyat adalah menurunnya kualitas air terutama air sungai yang akhirnya mempengaruhi kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS). Dengan demikian dapat dirumuskan permasalahan apa yang dapat terjadi dari pemanfaatan pupuk pada area persawahan dan perkebunan terhadap daerah aliran sungai.

2.3.            Tujuan
Tujuan dilakukan penulisan paper ini yaitu untuk dapat mengidentifikasi dampak dari pemakaian pupuk pada perkebunan dan persawahan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS).

III.  PUPUK
Pupuk adalah material yang ditambahkan ke media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang tidak bisa dipenuhi oleh tanah tempat tumbuhnya sehingga mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik, ataupun non organik (mineral) yang dihasilkan oleh kegiatan alam atau diolah oleh manusia. Unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman adalah C, H, O (ketersediaan di alam masih melimpah), N, P, K, Ca, Mg, S (hara makro, kadar dalam tanaman > 100 ppm), Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, Mo, B (hara mikro, kadar dalam tanaman < 100 ppm).
 Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan yang membantu kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan sejumlah material suplemen.
Pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk organik dan pupuk an organik.    
Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun.   
Pupuk merupakan bahan kimia buatan/alamiah, seperti pupuk kandang yang ditambahkan ke dalam tanah untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. Unsur hara, seperti fosfor, nitrogen, kalium, kalsium, dan magnesium dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Unsur – unsur ini merupakan unsur – unsur utama (major elements) yang diambil dari tanah, bersama-sama dengan unsur – unsur jarang (trace elements), seperti mangan, besi, boron, tembaga, dan molibdat. Kekurangan salah satu unsur tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak dapat maksimal. Unsur – unsur hara tersebut biasanya ada di dalam tanah, sebagai hasil dari pelapukan partikel – partikel batuan mineral, nitrifikasi oleh bakteri dan perombakan vegetasi yang telah mati.         

IV. DAUR HIDROLOGI
Daur hidrologi yaitu menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya.
Konsep daur hidrologi dapat diperluas dengan memasukkan gerakan/ perjalanan sedimen, unsur-unsur hara, dan biota yang terlarut dalam air. Dengan menelaah konsep hidrologi secara lebih luas, maka pengertian istilah daur dapat digunakan sebagai konsep kerja untuk analisis dari berbagai permasalahan, misalnya dalam perencanaan dan evaluasi pengelolaan DAS.
Dalam daur hidrologi, masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara, yaitu air lolos (throughfall), aliran batang (steamflow), dan air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi. Gabungan evaporasi uap air hasil proses transpirasi dan intersepsi dinamakan evapotranspirasi. Sedangkan air larian dan air infiltrasi akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran (discharge). 

V.   DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
Pemanfaatan pupuk dalam bidang pertanian tidak terlepas dari kajian dampaknya terhadap daerah aliran sungai. Karena aktifitas pertanian dan perkebunan yang dominan berada pada aliran tersebut. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.
Daerah aliran sungai dapat dianggap sebagai suatu ekosistem. Ekosistem terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Aktifitas suatu komponen ekosistem selalu memberikan pengaruh pada komponen ekosistem yang lainnya. Manusia merupakan salah satu komponen penting. Sebagai komponen yang dinamis, manusia dalam aktivitasnya sering kali mengakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan. Dengan demikian, manusia mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, daerah aliran sungaii biasanya dibagi atas daerah hulu, tengah dan hilir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi, seperti dapat dilihat pada gambar berikut. 


 












Gambar 1. Hubungan Biofisik Antara Daerah Hulu dan Hilir Suatu DAS
Sumber : Hidrologi dan Daerah Aliran Sungai, Chay Asdak, Hal. 14

 Gambar 1 menunjukkan bahwa aktifitas perubahan landscape termasuk perubahan tata guna lahan dan/atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya akan memberikan dampak pada daerah tersebut, namun juga akan berdampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam system aliran air lainnya. Sebagai contoh, erosi yang terjadi di daerah hulu akibat praktek bercocok tanam yang tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan air atau akibat pembuatan jalan yang tidak direncanakan dengan baik.  
Sistem ekologi DAS pada daerah hulu pada umumnya merupakan ekosistem pedesaan, yang terdiri dari desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Komponen yang menyusun DAS berbeda tergantung pada daerah setempat. Di daerah tengah terdapat perkebunan dan sawah. Sementara di daerah hilir (daerah pantai) dijumpai komponen lingkungan hutan bakau. 
Pengelolaan daerah aliran sungai adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang beroperasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang bersangkutan. 

VI. EFEK PEMAKAIAN PUPUK PADA AREA PERTANIAN TERHADAP DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
Masalah degradasi lingkungan pada akhir-akhir ini sering kali berpangkal pada komponen desa. Pertumbuhan manusia yang cepat menyebabkan perbandingan antara jumlah penduduk dengan lahan pertanian tidak seimbang. Hal ini menyebabkan pemilikan lahan pertanian semakin sempit, sementara kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat. Hal ini mendorong petani melakukan kegiatan pertanian tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi terhadap lingkungan hidup terutama terhadap daerah aliran sungai.
Pencemaran sungai sudah umum terjadi pada lingkungan, namun jika hal ini terus dibiarkan akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi lingkungan kita. Pemanfaatan pupuk pada areal pertanian di sepanjang daerah aliran sungai menjadi salah satu penyebab utama pencemaran di sepanjang daerah aliran sungai. Penggunaan pupuk yang umumnya dipakai petani, seperti urea, NPK dan ZA tidak sepenuhnya diserap oleh tanaman, sehingga memungkinkan residunya terbawa air melalui drainase sawah dan kebun menuju daerah aliran sungai dan akhirnya sampai ke badan sungai.
Semenjak kehadiran pupuk, terutama pupuk an organik, pupuk dirasakan sangat bermanfaat bagi petani karena bahan kimia ini dapat memacu pertumbuhan tanaman sehingga hasil panen yang diperoleh bisa berlipat ganda. Di Amerika sebagi contoh pemakaian pupuk telah meningkatkan produksi tanaman lebih dari separo semenjak tahun 1940 (Nelson 1972). Sebagai akibat pemakaian pupuk menjadi semakin meningkat yaitu mencapai 60 x 1012 ton/ha pada tahun 1970, yaitu 80 kali lebih besar dibanding produksi tahun 1946 atau 2 kali lebih besar dibandingkan produksi tahun 1961 (Loehr, 1974)
Namun penggunaan pupuk an organik yang semakin intensif tersebut di atas mengundang pertanyaan bagi pencinta lingkungan. Pemakaian pupuk yang berlebihan dikhawatirkan akan menimbulkan pencemaran unsur hara pada air permukaan (daerah aliran sungai) dan air tanah. Pada tanah yang kesuburannya rendah, pemberian pupuk pada awalnya memberikan produktifitas yang tinggi. Namun pada penambahan berikutnya jumlah produksi akan semakin berkurang, sampai suatu saat (titik impas) penambahan pupuk tidak memberikan tambahan produksi. Ini berarti bahwa penambahan pupuk setelah titik ini menjadi tidak berarti dan kemungkinan sejumlah pupuk tersebut terbuang ke lingkungan.
Dengan tidak adanya pengolahan tanaman yang baik, akan memung-kinkan peningkatan jumlah pupuk yang terbuang ke lingkungan. Jumlah ini belum termasuk pupuk yang hilang selama penggunaan. Menurut Armitage (1974) tidak semua pupuk yang digunakan untuk pemupukan akan dimanfaatkan oleh tanaman, sebagian akan dibuang ke lingkungan. Lebih lanjut menurut Armitage, ada tiga cara hilangnya pupuk selama penggunaan, yaitu :
1)      Karena pengaruh drainase, unsur hara tanaman akan larut dan terbawa aliran air.
2)      Karena tidak efisien (kelebihan) dan terbuang/kembali ke lingkungan.
3)      Karena erosi permukaan tanah dan terbawa sistem drainase.
Hilangnya unsur hara akibat pemupukan ke lingkungan akan menimbulkan masalah bagi perairan umum, seperti daerah aliran sungai, danau dan perairan pantai. Seperti diutarakan sebelumnya, kandungan unsur hara yang berlebihan dari suatu perairan akan menyebabkan terjadinya kondisi lewat subur atau eutrofikasi/yutrofikasi yang berlanjut pada rusaknya ekosistem. Eutrofikasi merupakan suatu fenomena yang melibatkan banyak faktor seperti kekeruhan, sedimen, produktifitas dan suhu rata-rata.  
Perombakan limbah organik biasanya tidak hanya menghasilkan karbon dioksida dan air saja, akan tetapi juga komponen an organik, seperti nitrogen dan fosfor yang berasal dari protein hewan dan tumbuhan. Nitrat, fosfat, dan garam– garam lainnya merupakan unsur hara yang esensial untuk pertumbuhan tanaman. Suburnya tumbuhan sebagai akibat kekayaan unsur – unsur hara tersebut akan menguntungkan hewan – hewan herbivore dan hewan – hewan lain dalam lingkup rantai makanan di lingkungan tersebut. Namun demikian apabila tumbuhan hijau, baik phytoplankton, maupun tumbuhan lainnya, tumbuhan terlewat subur atau kandungan unsur – unsur hara sangat berlebihan justru akan membahayakan kehidupan perairan tersebut. Hal ini dapat Pada siang hari produksi oksigen terlarut sangat tinggi, bahkan sering kali terjadi kondisi yang lewat jenuh (over saturated). Sedangkan pada malam hari, sering terjadi kondisi “anoxic” (kehabisan oksigen), akibat penggunaan untuk respirasi.
Kelebihan nitrogen dan fosfor dalam air yang berasal dari kegiatan pertanian dan perkebunan di sepanjang daerah aliran sungai menyebabkan suatu keadaan yang tidak seimbang pada ekosistem perairan yang disebut eutrofikasi.



a.        Pengertian Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah suatu proses dimana suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal. Proses ini disebut dengan blooming. Dengan kata lain merupakan pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total fosfor (TP) dalam air berada pada rentang 35 – 100 µg/l. Diperlukan proses ribuan tahun untuk dapat sampai pada kondisi eutrofik. Namun, dengan segala aktifitas modern manusia pada saat ini termasuk kegiatan pertanian dan perkebunan telah mempercepat proses eutrofikasi hanya dalam hitungan beberapa dekade atau hanya beberapa tahun saja.
http://sin9gih.files.wordpress.com/2010/12/eutrofikasi.jpg?w=180&h=281
 






Gambar 2. Salah Satu DAS yang Telah Mengalami Eutrofikasi
b.        Penyebab Terjadinya Eutrofikasi
Problem eutrofikasi baru disadari pada decade awal abad ke – 20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini di sinyalir akibat akibat langsung dari aliran limbah domestik, limbah pertanian serta perkebunan. Melalui penelitian jangka panjang, maka dapat disimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara nutrient utama tanaman (Karbon (C), Nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam proses eutrofikasi.   
Hampir 90% eutrofikasi disebabkan oleh aktivitas manusia di bidang pertanian. Para petani biasa menggunakan pestisida atau insektisida serta pupuk untuk mendapatkan produksi panen yang melimpah. Akan tetapi botol-botol bekas pestisida itu dibuang secara sembarangan baik disekitar area pertanian atau daerah irigasi. Selain itu, pemanfaatan pupuk juga akan memberikan dampak pada daerah aliran sungai. Residu pupuk akan terkikis oleh air dan terbawa ke sungai melalui draenase area pertanian.
Secara fisiologis, jumlah fosfat yang dikeluarkan manusia sebanding dengan jumlah yang dikonsumsinya. Limbah organik adalah sisa atau buangan dari berbagai aktifitas manusia seperti rumah tangga, industry, pertanian, pemukiman, peternakan, dan perikanan yang berupa bahan organik yang biasanya tersusun dari karbon, hydrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya (Polprasert, 1989). Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan yang terendap, koloid, tersuspensi dan terlarut. Pada umumnya, yang dalam bentuk padatan akan langsung mengendap menuju dasar perairan, sedangkan bentuk lainnya berada di badan air, baik di bagian yang aerob maupun an aerob.        

c.         Proses Terjadinya Eutrofikasi
Limbah organik kebanyakan akan mengalir ke sungai, danau atau perairan lainnya melalui aliran air hujan. Limbah organik yang masuk ke badan air yang an aerob akan dimanfaatkan dan diuraikan (dekomposisi) oleh mikroba anaerobic atau fakultatif (BAN), dengan proses seperti pada reaksi berikut.
CHONS + BAN è CO2 + H2S + NH3  + CH4 + produk lain + enerji ….
CHONS + BAN + enerji è C5H7O2N (sel MO baru)…
Kedua prose tersebut di atas mengungkapkan bahwa aktifitas mikroba yang hidup di bagian badan air yang an aerob selain menghasilkan sel-sel mikroba baru juga menghasilkan senyawa-senyawa CO2, NH3, H2S dan CH4 serta senyawa lainnya seperti amin, PH3 dan komponen fosfor. Asam sulfide (H2S), amin dan komponen fosfor adalah senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap, misalnya H2S berbau busuk dan amin berbau anyir. Selain itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi an aerob pada tingkat konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain termasuk ikan.
Selain menghasilkan senyawa yang tidak bersahabat bagi lingkungan seperti tersebut diatas, hasil dekomposisi di semua bagian badan air menghasilkan, CO2 dan NH3 yang siap dipakai oleh organisme perairan berklorofil (fitoplankton) untuk aktifitas fotosintesa yang dapat digambarkan sebagai reaksi.
Pengaruh pertama proses dekomposisi limbah organik di badan air aerobic adalah terjadinya penurunan oksigen terlarut dalam badan air. Fenomena ini akan mengganggu pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan dengan tingkat gangguan tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis serta fase fauna. Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarut sebenarnya baru dampak permulaan, sebab jika jumlah pencemaran organik dalam badan air bertambah terus maka proses dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besar dan akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa habis sehingga badan air menjadi an aerob.
Interaksi komplek antara nutrient, fitoplankton dan zooplankton tersebut menyebabkan badan air yang mengalami eutrofikasi pada akhirnya akan disominasi oleh sejenis fitoplankton tertentu yang pada umumnya tidak bisa dimakan oleh fauna air terutama zooplankton dan ikan termasuk karena beracun.     
d.        Dampak Eutrofikasi
Selain menurunkan konsentrasi oksigen terlarut, menghasilkan senyawa beracun dan menjadi tempat hidup mikroba fatogen yang menyerngsarakan fauna air. Dekomposisi juga menghasilkan senyawa nutrient (nitrogen dan fosfor) yang menyuburkan perairan. Nutrient merupakan unsur kimia yang diperlukan alga (fitoplankton) untuk hidup dan pertumbuhannya. Sampai pada tingkat konsentrasi tertentu, peningkatan konsentrasi nutrient dalam badan air akan meningkatan produktifitas perairan, karena nutrien yang larut dalam badan air langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya sehingga populasi dan kelimpahannya meningkat. Peningkatan kelimpahan fitoplankton akan diikuti dengan peningkatan kelimpahan zooplankton, yang makanan utamanya adalah fitoplankton. Akhirnya karena fitoplankton dan zooplankton adalah makanan utama ikan, maka kenaikan kelimpahan keduanya akan menaikkan kelimpahan (produksi) ikan dalam badan air tersebut. Akan tetapi peningkatan konsentrasi nutrient yang berkelanjutan dalam badan air, apalagi dalam jumlah yang cukup besar akan menyebabkan badan air menjadi sangat subur atau eutrofik dan akan merangsang fitoplankton untuk tumbuh dan berkembangbiak dengan pesat sehingga terjadi blooming sebagai hasil fotosintesa yang maksimaldan menyebabkan peningkatan biomasa perairan tersebut.
Sehubung dengan peningkatan konsentrasi nutrient dalam badan air, setiap jenis fitoplankton mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memanfaatkannya sehingga kecepatan tumbuh setiap jenis fitoplankton berbeda. Selain itu setiap jenis fitoplankton juga mempunyai respon yang berbeda terhadap perbandingan jenis nutrient yang terlarut dalam badan air dan fenomena ini menyebabkan komunitas fitoplankton dalam suatu badan air mempunyai struktur dan dominasi jenis yang berbeda dengan badan air lainnya.
Selain merugikan dan mengancam keberlanjutan fauna akibat dominasi fitoplankton yang tidak dapat dimakan dan beracun, blooming menghasilkan biomasa (organik) tinggi juga merugikan fauna. Hal ini disebabkan karena fenomena blooming selalu diikuti dengan penurunan oksigen terlarut secara drastis akibat pemanfaatan oksigen yang berlebihan untuk dekomposisi iomasa (organik) yang mati. Seperti pada analisis dampak langsung tersebut, maka rendahnya konsentrasi oksigen terlarut apalagi jika sampai batas nol akan menyebabkan ikan dan fauna lainnya tidak bisa hidup dengan baik dan akhirnya mati. Selain menekan oksigen terlarut, proses dekomposisi tersebut juga menghasilkan gas beracun seperti NH3 dan H2S yang pada konsentrasi tertentu dapat membahayakan fauna air, termasuk ikan. Selain badan air didominasi oleh fitoplankton yang tidak ramah lingkungan seperti tersebut diatas, eutrofikasi juga merangsang pertumbuhan tanaman air lainnya, baik yang hidup di tepian (eceng gondok) maupun dalam badan air (hydrilla). Oleh karena itulah maka daerah aliran sungai yang telah mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan subur oleh tanaman air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla dan rumput lainnya.             
Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green-algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa resiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algae bloom ini juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya.             
Pupuk mengandung senyawa ammonia dan unsur nitrogen yang larut dalam air. Nitrogen yang masuk ke dalam air kemudian meresap ke dalam tanah. Semua zat ber-N akan teroksidasi menjadi nitrat (NO3-). Nitrat akan menghambat darah melepaskan oksigen ke sel-sel tubuh. Sekali nitrat masuk kedalam sistim peredaran darah, penderita dapat mengalami kekurangan oksigen dalam tubuhnya. Penyakit ini dikenal sebagai Baby Blue Syndrome yang dapat menjadi penyebab kematian bagi bayi dibawah umur 3 bulan.
Di samping pengaruh tidak langsung unsur hara yang berlebih terhadap daerah perairan, komponen unsur hara diketahui juga dapat berpengaruh secara langsung. Ammonia-nitrogen, sebagai contoh, bersifat racun bagi ikan. Daya racun ammonia biasanya lebih efektif pada pH tinggi dan oksigen yang rendah (Pescod, 1973). 

VII.              KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari permasalahan ini adalah:
1.             Eutrofikasi merupakan suatu proses dimana suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal akibat kelebihan nutrient yang terdapat dalam perairan.
2.             Dampak menguntungkan dari eutrifikasi adalah :
Ø  Menghasilkan senyawa nutrient (nitrogen dan fosfor) yang menyuburkan perairan
Ø  Meningkatkan produktifitas perairan
Ø  Peningkatan kelimpahan fitoplankton yang diikuti dengan peningkatan kelimpahan zooplankton
Ø  Menaikkan keimpahan (produksi) ikan
3.             Dampak buruk dari eutrifikasi adalah :
Ø  Menyebabkan blooming
Ø  Menurunkan oksigen terlarut, akibat meningkatnya proses dekomposisi
Ø  Menghasilkan senyawa beracun seperti NH3 dan H2S
Ø  Menjadi tempat hidup mikroba fatogen yang menyengsarakan fauna air
4.             Perlunya dilakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan pupuk pada area pertanian sehingga residu pupuk yang ter-erosi ke daerah aliran sungai dapat diminimalisir.

VIII.            DAFTAR PUSTAKA
  1. Betty Sri Laksmi Jenie & Winiati Pudji Rahayu. Penanganan Limbah Industri Pangan. Bogor, 1993
  2. Chay Asdak. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bandung, 2001
  3. Effendi, H. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta, 2003
  4. Robert J. Kodoatie & Roestam Sjarief. Tata Ruang Air. Yogyakarta, 2010 
  5. Supriharyono. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta, 2000




Tidak ada komentar:

Posting Komentar